Permainan Kehidupan Sialan Yang Nyata | Chapter 2: Nasib yang Mengejutkan Secara Tiba-tiba.

Rute 2 ; Nasib yang Mengejutkan Secara Tiba-Tiba.

*Diinnggg*

Akhirnya selesai juga 50 soal yang mematikan ini.

Bunyi bel istirahat akhirnya berbunyi dengan gemuruh para siswa yang seakan baru merdeka.

Ya, merdeka dari soal yang berasal dari si Iblis "Kak Laila".


Semuanya mengumpulkan tugasnya termasuk aku ke meja guru.

Dengan mata tajam kearah kak Laila saat aku mengumpulkan ke depan yang mengatakan…

'Kenapa ada soal anak kuliahan di soal ini. Eih, kak Laila apa maksudnya ?!'

Dengan senyum dan kepala agak menunduk...

"Maaf, yah. Kakak salah"

Mengedipkan mata kiri saat berkata maaf itu. Bukan maaf yang terlihat di mukanya, tapi muka kejahilan yang kulihat.

Kak Laila keluar dari kelas dan dengan itu berakhir sudah pelajarannya.

Seseorang cewek datang ke kelas dengan rambut berwarna coklat dan mata kuning cerah.

Dia adalah Shisca, adikku.

Berjalan masuk ke kelas dan sampai ke arah bangku ku. Tangan kirinya terlihat membawa kotak bekal berwarna biru yang biasa ku bawa.

"Kakak, ini bekalnya… Tadi pagi lupa beri ke kakak, Maaf yah"

Dengan menunjukkan dan memberikan bekal itu ke aku.

Mengambil bekal darinya dengan tangan kananku dan menaruh di atas meja ku.

"Oh iya, kak…"

"Ada apa ?, Shis"

"Hari ini aku pulang terlambat, boleh enggak ?"

"Emangnya, ada apa ?. Kok pulang telat"

"Itu aku mau main ke rumah teman. Enggak lama kok mainnya, boleh enggak ?"

Meminta izin dariku untuk pergi main ke rumah temannya. Sudah menjadi hal biasa bagiku.

Ya, karena tidak ada orang di rumah. Cuman aku sendiri yang ada, ditambah lagi kedua orang tua kami bekerja di luar negeri yang notabenenya jarang pulang.

Sekarang sih, aku sedang berpikir dengan melipatkan kedua tanganku di dada.

Tiba-tiba dia mengetakan tangannya di mejaku dengan muka yang memaksaku bilang 'boleh'.

"Boleh enggak, kakak"

Kaget aku dengan bentak nya itu…

"Iya deh, boleh. Tapi, harus pulang jam 3 sore yah" jawabku.

"Boleh !, siap komandan"

Dengan mengangkat tangannya dan memberi hormat kepadaku.

"Ya sudah"

"Kalau begitu. Dadah kak"

Dengan melambaikan tangannya kepadaku, dia menuju ke keluar kelas. Tidak, dia lebih dahulu menghampiri Anata yang berdiri sambil mengobrol dengan siswi lain.

Datang menghampiri Anata, Shisca lalu mengayunkan tangannya dan membisikkan sesuatu hal di telinga Anata.

*Bisik-bisik*(Bisik-bisik tetangga, lalalah…. Lalalah~)

Setelah membisikkan sesuatu kepada Anata, terlihat terkejut dengan apa yang dibisikkan oleh Shisca itu. Dengan kaget Anata lalu menanyakan yang bisa kutebak dia bertanya "Apa itu benar". Membalas pertanyaan Anata tersebut, Shisca menganggukkan kepalanya dengan mengajukan jempolnya.

Melihat jawaban dari Shisca itu, Anata terlihat sangat senang dengan jawaban Shisca tersebut. Entah apa yang mereka katakan itu.

Setelah membicara dengan Anata, Shisca pun berjalan ke luar pintu kelas sambil juga melambaikan tangannya kepada Anata. Terlihat setelah di luar kelas, dia ditemani oleh dua orang cewek yang kalau tidak salah pernah datang ke rumah.

Oh, mereka itu Intan dan Mera. Mereka berdua teman sekelas dan juga anggota eksul sama kayak Shisca.
Setelah mereka bertiga pergi. Aku menoleh ke arah bekal yang dia berikan tadi.

Bekal berwarna biru berbentuk kotak dengan sedikit lekungan di ujungnya.

Saat aku membuka bekalnya…

Wah…….

Kali ini dia memasak aku bekal yang cukup enak.

Terlihat nasi goreng yang masih hangat dengan potongan kecil sosis diatasnya. Disampingnya ditemani dengan udang goreng yang cukup gurih di lihat. Seperti biasa Shisca yang membuatnya, pasti pakai bahan besar yang ada di kulkas.

Kayaknya pulang ini, aku harus mampir ke minimarket dulu untuk beli bahan yang dihabiskan oleh adikku ini.

Saat ku belah nasi gorengnya ada leleh di tengah dalam nasi goreng yang tercipta berwarna kuning dan saat ku makan ternyata itu ada kuning telur yang dimasak setengah matang di taruh dalam tengah nasinya.

Lelehan yang di berikan cukup membuat tenggorokan ku terasa hangat olehnya. Sekarang, aku akan mencoba bagian udang nya.

Waktu ku potong udangnya juga ternyata ada kejutan yang hampir sama kayak nasi gorengnya. Tapi, kali ini yang di taruh adalah mayones di dalam udangnya.
Campuran udang goreng dan mayones yang langsung berada di satu tempat itu cukup membuka ku tambah meleleh.

Sungguh cara ini pasti ibu yang memberikan resepnya kepada Shisca. Masakan adikku memang enak tapi, tidak seenak dan se amazing buat ibu.

Kalo bekal ini dibuat ibuku, sudah hancur sekelas memperebutkannya yang hanya dari mencium aromannya saja.

Pernah waktu dulu Aku, Ayah, dan Shisca. Kami berdua berebutan sosis yang hanya tertinggal satu di atas piring dan akhirnya semua itu berakhir dengan sosis ke Shisca yang dia dengan tangisan untuk mendapatkan sosis itu.

Tapi, tunggu dulu. Kenapa aku sekarang jadi juri kayak di SnS !. Nah, ke bawaan habis nonton SnS semalam ini. Seseorang datang kemari dengan mengelus perut yang kayaknya sudah kenyang.

Hardi. Ya, dia Hardi datang mendatangi aku dan langsung menatap bekalku.

"Wah, bekal buatan Ananda ini yah, Kris"

"Oh iya, ini buatannya Shisca"

"Kayak enak, tuh. Tapi sayang aku sudah kenyang nih" katanya sambil menepuk perutnya. "Enak, yah. Punya adik cantik dan berbakat kayak Ananda"

"Memang enak. Tapi, sayang ini sangat boros"

Omelku dengan harus pasrah dengan semua yang sudah terlanjur melayang ini. Aku yang menyesal karena kalo tahu begini, aku harusnya beli bahan makanan sedikit saja.

*Diiinngggg………*

Bel kedua kembali berbunyi untuk mengakhiri istirahat.

Selesai dengan makananku, Aku tutup bekalku dan memasukkannya ke dalam tasku.

Guru masuk kedalam kelas dan memulai pelajarannya. Kali ini adalah pelajaran sejarah yang cukup aku gemari.

Waktu terus berjalan dan hampir mendekati waktu pulang sekolah.

Entah kenapa, Aku rasanya bosan dengan pelajarannya. Bisa dibilang, ini disebabkan oleh si iblis 'Kak Laila' itu.

Yang membuat otakku terkuras habis olehnya dengan soal yang rasanya inginku bakar soalnya itu.

Memangku kepala ku dengan tanganku dan memandang ke papan tulis yang dimana guru sedang menulis dan menjelaskan apa yang ada di papan tulis itu.

Ah, cepatlah aku mau pulang.

*Diinnggg…….*

Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi juga.

Inilah hal yang paling ku tunggu. Bukan, yang paling ditunggu sekelas bahkan se sekolahan.

Membereskan semua bukuku kedalam tas dan melangsung memakai tasku.

Akhirnya bisa pulang.

Horeeee….

My Computer, My Eroge, My Game, My Manga, My Light Novel. I Coming...

Tunggu aku, Kalian semuanya.

Tapi...

Akan tetapi...

*Kepada Khrishna Avatian dan Anata Pamela Erdha dari kelas 2.A segera ke ruang kepala sekolah sekarang. Diulangi kembali, kepada Khrisna Avatian dan Anata Pamela Erdha kelas 2.A segera ke ruang kepala sekolah sekarang*

Aku mendapatkan panggilan dari kepala sekolah.

Ada apa lagi ini.

Setelah beres-beres tasku, langsung aku menuju ke ruang kepala sekolah.

Berjalan di lorong sekolah. Sudah banyak siswa pulang dan kelas pun sudah banyak kosong.

Melewati ruang guru. Aku terus berjalan menuju ke ruang kepala sekolah. Seseorang memanggil ku dari belakang saat melewati ruang guru itu…

"Krishna…."

Saat ku menoleh dan membalikkan ke arah belakang. Rambut berwarna hitam yang terikat di belakang itu.

Enggak salah dia. Oh iya, dia adalah Kak Laila.

Ah, sial si iblis datang lagi nih. Apa lagi yang dia mau dariku ?, tadi dia sudah menguras otakku. Sekarang mau dia apain lagi aku...

"Ada apa, Kak Laila ?"

"Oh iya…"

Firasat ku tidak enak ini. Dia pun membuka tasnya dan mengambil selembar kertas...

"Ini, Nas. Jawaban kamu sudah kakak koreksi… Hasilnya sangat mengecewakan, kamu ini."

"Ah… Itu semua kan kakak sendiri yang beri soal nya. Apalagi kenapa aku diberi soal kelas 3 ama soal kuliahan."

Menunjukkan kertas jawabanku tadi. Ya, aku cuma benar 30 soal saja.

Sungguh, menyesal aku kenapa ada guru seperti dia. Ditambah lagi, dia juga menjadi wali kelasku.

"Oh iya, Nas. Kamu sudah dapat kirim rekening dari kak Ilya ?" tanya Kak Laila.

 "Sudah, kak. Emangnya kenapa ?"

"Ya sudah. Lain kali belajar lagi ya, Nas."

Wajahnya kelihatan bahagia dan puas sepertinya. Puas, karena sudah menguras otak aku ini, kan...

"Kakak pulang dulu. Dadah…"

"Dah…"

Dia pun pergi pulang dan Aku melanjutkan langkah ku ke ruang kepala sekolah.

Sampai di depan ruangan kepala sekolah. Lalu, aku membuka pintu ruangannya. Terlihat seseorang didepan ku yaitu Anata dan juga terlihat di meja kepsek ada kepala sekolah yang sedang duduk di kursi dengan wakil kepsek berdiri dibelakang sampingnya.

Masuk kedalam ruangan dan berdiri di samping Anata yang sedari tadi berdiri didepan Kepala Sekolah...

"Jadi. Ada apa lagi ini, Mbak Yani ?"

"Begini, Krishna dan Anata... Kami minta tolong bantuin untuk mengoreksi jawaban-jawaban dari ulangan kelas 1, boleh ?"

Membuka pertanyaan langsung aku bertanya kepada Mbak Yani yakni Wakil Kepsek.

Menjawab pertanyaan ku tadi, Dia langsung menunjukkan jarinya ke tumpukan lembaran ulangan kelas 1.

Tunggu, Aku harus mengoreksi semua jawaban-jawaban itu sendirian. Tidak, kayaknya Anata juga membantu.

Inilah kebiasaan yang akan dilakukan Mbak Wulan yakni Kepala Sekolah kepadaku. Tapi, tumben dia meminta bantuan siswa lain.

Anata yang menatap kearah ku yang seakan berkata Kenapa aku bisa begitu akrab sama mereka berdua itu, karena mereka dulu merupakan mahasiswa ibuku yang dulu dosen yang kadang aku suka dibawa oleh ibuku saat dia mengajar.

Ya, sebenarnya enggak mengagetkan aku juga, sih. Karena Anata yang notabenenya siswa terpintar di sekolah.

Kalo mau nanya siapa yang pertama itu adalah Aku. Aku yang dilatih oleh soal dari si Iblis 'Kak Laila' itu yang membuat aku menjadi pintar ini.

Melanjutkan perkataan mbak Yani tadi, mbak Wulan lalu dengan senyum dan tangan yang mengambil ponselnya…

"Bagaimana, Krishna ?. Bisa kan… Kalo enggak aku bilang ke Kak Rama semua rahasia kamu, loh."

"Baiklah-baiklah, Aku kerjain"

Inilah yang aku benci, Kalo aku enggak mau kerjain kemauannya. Pasti akan ada acaman.

Acamannya pun bukan main-main. Misalnya, dulu aku enggak mau ke sekolah. Dia mengancam kalo aku enggak datang sekolah, dia akan membakar action figure aku.

Dan yang benar saja, dibakarnya 3 action figure waifu milik aku. Yang mengharuskan aku meminta ayahku untuk membelikan yang baru, karena itu tidak di jual online.

Benar, dia dan Kak Laila. Dua-duanya Iblis yang mendekati aku. Dan sekarang, dia mau memberitahu ayahku tentang rahasiaku.

Berarti dia juga tahu, kalo aku sering buka Hentai, dan Manga Hentai. Ah, sialan.
(Diharapkan jangan membuka maupun mencari hal yang disebutkan diatas, yah)

Mbak Yani juga menanyakan ke Anata. Ya, Anata yang tadi cukup terdiam dengan memandang aku dan percakapan antara aku dan Mbak Wulan tadi...

"Bagaimana denganmu, Anata ?. Apakah bisa kamu juga membantu Krishna untuk mengoreksinya !"

"Baiklah, saya bisa"

Menjawab dengan muka yang tenang dan suara lembutnya itu.

Jujur saja, Aku cukup suka dengan sifat dan suaranya yang lembut dan tenang itu.

Aku pun membawa tumpukan lembaran ulangan itu ke kelas. Karena biasanya aku mengoreksi semua itu di kelas yang sekarang cukup sepi...

"Kalo begitu, Kami akan mengoreksi soal di kelas saja. Bagaimana Anata ?, Apa bisa kita ngoreksinya di kelas aja!"

"Kalo begitu di kelas, yah"

Menjawab pertanyaan aku tadi. Lalu, aku mengambil dan mengatas lembaran itu dengan kedua tanganku.

Wah, lumayan berat juga. Ya iyalah, ini lembar ulangan dari kelas 1 yang jumlah kelas sampai 7 kelas dikali dengan 36 siswa di setiap kelasnya.

Ditambah dengan 4 mata pelajaran yang ada. Jadi, sekitar 1,008 lembaran yang harus aku koreksi.

Untuk Itulah, Mbak Wulan meminta Anata yang bisa dapat dipercayai dan dapat untuk membantu menyelesai jawabannya.

Saat aku dan Anata mau pergi keluar dari ruang kepala sekolah.

Dari belakang Mbak Wulan ketawa kecil. Saat kami pun menoleh kearah belakang dan Dia berkata kepada Anata…

"Tapi. hati-hati loh, Anata. Soalnya kalo Krishna sendirian sama cewek bisa-bisa kamu dimangsa sama dia, loh"

""Ah""

Cobalah berhenti untuk bikin orang salah paham, dong.

Aku memiringkan kepalaku dengan perkataannya itu sedangkan Anata, dia malah menundukkan kepalanya.

Mengangkat kepalanya dan langsung menatap ke arahku dengan mata dan muka yang berkata…

'Benarkah begitu, Krishna ?!'

Entah bagaimana, perkataan dari matanya itu seakan sedang menginterogasi ku.

Dengan cepat aku menggelengkan kepala dan menoleh kearah Mbak Wulan yang masih ketawa kecil dengan menutup mulut sedangkan Mbak Yani.

Anu, Mbak Yani. Kayaknya dia menahan ketawa dengan sigap, tapi tangannya yang gemetaran dan bergerak pasti mau ketawa.

Oh iya…

Aku baru ingat...

"Oh iya, Mbak Wulan"

"Ada apa, Krishna ?"

"Tadi aku dapat pesan dari Kak Vian…"

*Plakk* "BENARKAH…?"

Tiba-tiba saja, Dia langsung mengetakan mejanya dan wajah yang begitu ingin tahu.

Aku, Anata, dan Mbak Yani. Kami bertiga kaget dengan teriaknya dia.

Tapi, ini pesan dari Kak Vian merupakan senjata rahasia bagiku untuk sekarang. Lebih baik ku simpan saja dulu.

Untuk saat waktu aku dalam keadaan terpojok diserang olehnya.Ya, sungguh hebat, Haahaaa……

"Kata kak Vian, dia mau..…"

"Mau apa dia ?…."

Sungguh semangat sekali, kalo tentang pacarnya dia pasti selalu memaksa.

Mengepal kedua tangan dan matanya berkilau atas keingintahuannya. Aduh… Dasar nih pacarnya Kak Vian.

Mbak Yani yang mencoba untuk membuat tenang Mbak Wulan, tapi percuma saja dengan dia yang sudah masuk kedalam jurangku.

Hehehe………. (Sfx: tawa ala antagonis)

Entah kenapa, Anata yang ada disampingku dengan mengangkat beberapa sedikit lembaran. Dia menatap kearah ku dengan muka yang enggak bisa ku gambarkan.

Aku lalu melanjutkan perkataan ku dan memberikan sedikit trikku yaitu…

"Katanya dia mau…. Ah, nanti aja deh"

"Tunggu dulu, Krishna… Apa katanya ?!"

"Iya, nanti aja dulu, bukannya kami berdua harus mengurus lembaran ini dulu… Kalo begitu kami pergi dulu, ayo Anata"

Mengangkat tanganku sendiri dan menunjukan tumpukan lembaran yang sedang aku pegang ini.

Mengajak Anata untuk pergi dari ruang kepala sekolah dengan Mbak Wulan yang masih penasaran dengan pesan dari pacarnya sedangkan Mbak Yani mengacungkan jempol yang berkata…

'Kerja Bagus, Krishna'

Aku yang mengerti maksudnya, Lalu tersenyum kecil yang menjawab…

'Terima kasih. Sisanya aku serahkan pada kamu, Mbak Yani'

Dia juga yang mengerti dengan maksud isyaratku, mengacungkan jempolnya satunya yang juga berkata...

'Serahkan saja padaku ini'

Selesai itu, aku dan Anata pergi dan keluar dari ruangan, menuju ke arah kelas. Entah mengapa, canggung rasanya.

Topik topik topik… Topi Kopi Opick…

Bukan Opick, oih. Aku sekarang sedang memutar otak mencari topik pembicaraan yang sekarang sedang canggung yang rasanya aku terbakar saja dan lenyap.

Kami berdua yang masing berjalan di lorong sekolah. Dimana sudah kosong semua kelas kecuali untuk kelas-kelas lantai 1 yang sering digunakan untuk eksul.

Aku menoleh kearah samping ku yang bagaimana bisa ada seseorang cewek yang dekat denganku.

Padahal selama ini yang dekat denganku cuma yang muda yaitu adikku, Shisca dan si tukang perhatian, yang enggak mau aku beritahu.

Sedangkan untuk yang tua itu; si iblis bin jahat, Kak Laila, Si Kepsek yang enggak tanggung jawab, Mbak Wulan dan Si wakil yang entah ada di pihak mana, Mbak Yani.

Kalo aja masih ada orang di lorong itu, pasti akan ngomongin:

'Wah, itu Anata'

'Dia jalan sama siapa tuh'

'Sialan tuh orang, berjalan sama Anata'

'Mau mati tuh bocah'

Pasti ada yang ngomong begitu. Masih santai berjalan di lorong dan entah kenapa aku terasa mau menoleh ke samping ku saja.

Apa ini namanya daya tarikan cewek sempurna ?. Tapi, kayak tidak mempan denganku.

Akhirnya sampai juga di kelas. Kami berdua masuk kedalam kelas, menaruh tumpukan lembaran yang tadi di meja tengah dekat dengan samping jendela.

Kami berdua lalu membagi tugas untuk mengoreksi lembaran tersebut.

Aku mengoreksi bagian ips dan matematika sedangkan Anata mengoreksi pelajaran bahasa indonesia dan ipa.

Dia duduk di kursi dan menaruh tasnya, Aku pun memutar kursi yang ada didepan meja kearah meja dan duduk dengan menaruh tasku di kursi.

Sekarang, kami berdua saling berhadapan dengan suasana sepi di kelas.

Jendela yang terbuka disampingku sedang memberikan rasa sejuk angin dengan pemandangan langit biru cerah.

Mulai mengoreksi lembaran dengan santai dan untuk sesekali aku mengalihkan pandangku kearah Anata.

Angin dari luar jendela, masuk ke dalam dan mengibaskan rambut pirangnya. Dia yang masih memandang dan mengoreksi lembaran dengan wajah yang cukup indah, beberapa kertas yang berada diatas meja juga ikut tertiup angin.

Mata yang berwarna biru cerah dengan agak bersinar oleh sinar matahari yang terpapar dari samping jendela. Rambut yang masih berkibas kearah samping itu dan tidak menutupi malah menambah cantik wajahnya itu, semuanya begitu…

"…Sempurna…"

Seketika kata itu terucapkan dari mulutku, Walaupun pelan.

Tanganku yang memegang pena terhenti untuk menulis dan mataku yang berkilau tak bisa berkedip dan terlepas darinya.

Indah, Cantik, Bercahaya, Berkilau, Berwarna, semuanya itu ada di dirinya.

Aku mengerti sekarang, kenapa orang banyak suka dan mengaguminya. Warna bagai pelangi dan cahaya bagai matahari.

Dia pun mengangkat kepalanya dan menoleh kepadaku. Dengan cepat, aku mengalih pandangan ke lembaran dan mengoreksi lagi.

Agak kebingungan dan memiringkan kepala, dia lalu mengoreksi kembali. Keheningan yang damai, kesepian yang nyaman, kesejukan yang hangat dan keindahan yang berkilau.

Itu yang sekarang aku rasakan di kelas. Waktu yang terasa lambat bahkan terhenti berasa di kelas ini.

Akhirnya selesai juga, aku lalu mengangkat dan membaca lembaran ini ke ruang kepala sekolah…

"Kalo begitu, aku bawa ini dulu ke ruang mbak Wulan dulu."

"Oh, ya." Katanya yang pendek dengan lembut.

"Kamu pulang aja duluan."

"Eh, baiklah kalo begitu." Mengangguk kecil.

Aku pun keluar dari kelas dan menuju kembali ke ruang kepala sekolah dengan biasa aku berjalan.

*Tok,tok,tok*

Mengetuk pintu ruang kepala sekolah, aku lalu membuka pintu ruangan dan masuk ke dalam ruangan.

Setelah membawa dan mengembalikan lembaran itu, aku lalu menuju ke kelas untuk mengambil tasku di kursi tadi.

Terlihat kelas kosong dan sepi. Ada seseorang yang masih duduk di kelas, dia yaitu Anata.

Dia belum pulang ternyata, sepertinya sedang menunggu seseorang.

Aku menuju ke arah kursi depan mejanya untuk mengambil tasku itu…

"Kamu belum pulang, Anata ?" Kataku sambil mengambil dan memakai tasku.

"Nanti aku pulangnya. Ngomong-ngomong kamu mau pulang, yah ?"

"Iya."

Sahutnya dan bertanya padaku. Kami berdua kayaknya santai aja bicaranya.

"Kalo begitu, aku pulang dulu ya. Dah…"

"Oh, Dah……"

Aku melambaikan tangan ke dia dan dibalas olehnya dengan melambaikan tangan juga. Aku lalu menuju kearah keluar kelas dan mengeluarkan ponsel dengan headset dari saku ku. Memakai headset dan memutar lagu di ponselku.

«Jin - Children Record»

"Krishna…"

Seseorang memanggil ku dengan suara yang lembut. Aku menoleh kearah belakangku dan melepaskan headset ku.

Ternyata, Anata yang memanggilku. Berdiri dari kursi yang dia duduk dan sekarang kami berdua berdiri saling berhadapan.

Dia lalu menunduk kepalanya dan kedua jari tangannya bergerak-gerak. Entah apa yang mau dia omongin, aku sama sekali tidak mengerti.

Detak jam dinding kelas kedengaran dengan sepinya dan sunyinya kelas ini saat ini.

Aku masih menunggu apa yang mau dia omongin dengan aku.

Mengangkat kepalanya dan berkata…

"Maukah kamu menjadi pacarku ?"...

Posted by
Facebook Twitter Google+

Comment Now

0 komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

About